Hidup di dunia adalah perjuangan dimana kita selalu dihadapkan dengan pilihan yang kadang membuat kita bimbang dalam menjalani hidup ini. Kadang kita memilih ini dan kita yakin bahwa ini adalah yang terbaik namun ternyata sebenarnya ini adalah buruk dan sebaliknya... Maka disini Tuhan (Allah swt) telah menurunkan kitab/pedoman dan ajarannya lewat Rasul-Nya untuk manusia dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan manusia tinggal memilih apakah dia akan memilih jalan yang benar atau jalan yang salah. Begitu pula untuk remaja yang merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Mereka masih labil yang ditunjukan dengan emosi yang meluap-luap, egoisme yang begitu tinggi, serta kurang kritis dalam menghadapi masalah.
Aku adalah remaja tentunya anak manusia yang tak lepas dari salah dan dosa. Aku dititipkan kepada orang tua tidak hanya mempunyai hak kasih sayang dari orang tua dan status anugrah untuk orang tuaku, namun aku memiliki kewajiban untuk berbakti kepada orang tua dengan membuat mereka senang, membanggakan mereka, menyayangi mereka dan lain-lain sebagai perwujudan balasan kebaikan orang tua kepada kita walaupun kasih sayang orang tua memang tidak bisa dibalas seluruhnya dengan sesuatu apapun. Kasih sayang orang tua tak mengenal batas waktu dan tempat namun setidaknya aku dapat membalas sedikit kebaikan mereka kepadaku. Ya, sedikit. Tapi sampai sekarang pun aku belum bisa mencapai angka “sedikit” itu. Malah aku hanya bisa membuat orang tua tambah susah, membuat mereka kecewa dan marah. Tak bisakah aku membuat mereka bahagia dan bangga terhadapku dengan sesuatu yang kulakukan walaupun sesuatu itu hanya sekecil butiran pasir? Sampai saat ini aku terus bersyukur mempunyai kedua orang tua dan keluarga yang baik, peduli, amat mencintai dan menyayangi aku. Perasaan ini ada karena aku masih hanya bisa bergantung dengan mereka, meminta sesuatu yang kuinginkan ke mereka. Tapi aku tak pernah memikirkan apa yang mereka sebenarnya inginkan dariku, aku tak pernah memikirkan apa yang mereka harapkan saat aku besar nanti. Ya, mereka terus memberi dan sampai saat ini akupun terus menerima tanpa sadar, tanpa aku memikirkan apa yang bisa kuberi kelak jika aku sudah dewasa dan mereka sudah berusia lanjut. Lagi-lagi hanya untuk satu tujuan, tujuan yang mungkin sangat mudah untuk dikatakan oleh mulut manusia, sebuah tujuan yang mungkin sering kita perdengarkan saat pengajian, nasihat-nasihat dari mulut orang-orang bijak, dan pernah kita dengarkan dari amanat dalam suatu upacara. Tapi itu semua hanya sekelumit teori yang jika tidak diresapi sampai hati kita yang paling dalam tidak akan berarti apa-apa. Dan jika sudah diresapi namun tidak dipraktekan itu juga sia-sia. Sebuah tujuan yang mudah dikatakan namun sulit untuk dilakukan. Karena hidup ini sebagian besar adalah praktek. Sebuah tujuan yang sering dilupakan orang banyak dikarenakan lebih mementingkan urusan dunia yang sangat menggiurkan. Sebuah tujuan yang sebenarnya sangat mulia di sisi Allah SWT yaitu Berbakti kepada Orang Tua. Ungkapan tersebut sering dipajang di headline buletin-buletin dakwah atau sebagai judul utama sebuah artikel. Penjabarannya tidak sempit. Sebuah ungkapan dan tujuan dan sangat sulit dijabarkan, dan bagi saya arti ungkapan tersebut tidaklah hanya misal membantu orang tua, membuatkan mereka minum, membantu mereka berdagang. Itu hanya hal-hal dasar dan khusus, seharusnya kita berpikir lebih jauh lagi dan berpikir lebih peka untuk masa yang akan datang. Bagaimana kita bisa mempersembahkan yang terbaik untuk kehidupan kedua orang tua kita baik untuk sekarang maupun untuk masa tua mereka, bagaimana kita bisa menjadi anak sholeh yang di setiap sholat kita selalu terlampir doa dari mulut-mulut kecil untuk orang tua kita, bagaimana kita membuat orang tua kita tersenyum simpul melihat kita menjadi orang yang berhasil, bagaimana kita bisa menjaga kehormatan dan martabat kedua orang tua kita, bagaimana kita bisa membuat mereka ikut terbang di tengah pelangi kebahagiaan kita dengan tidak mengkhianati mereka, bagaimana kita bisa membuat mereka bangga dengan segala sesuatu yang kita kerjakan, bagaimana kita bisa patuh terhadap perintah dan larangan mereka, bagaimana kita bisa membuat kedua orang tua kita percaya kepada kita bahwa kita bisa melakukan itu semua yang disebutkan? Dan bagaimana kita melakukannya? Darimana kita harus memulainya? Tentunya tidaklah mudah.
Aku, aku selalu merasa iri, sakit dan sedih ketika ada orang tua lain menceritakan keberhasilan anak-anak mereka dengan bangganya, dengan bahagianya kepada orang tuaku. Sedangkan orang tuaku hanya memasang muka kagum atau meninggi-ninggikan, membanding-bandingkan anak tersebut denganku seolah-olah mereka tidak punya anak yang tidak bisa dibanggakan. Dan aku kecewa pada diriku sendiri karena aku belum bisa membuat orang tuaku bangga dan senang mempunyai anak sepertiku. Bukannya aku tidak bersyukur, tapi aku hanya ingin menjadi anak terbaik untuk mereka. Ya, sampai di taraf SMA ini pun aku belum bisa memberikan apa-apa. Justru aku malah selalu meminta, meminta uang spp lah, uang kos, uang makan, uang jajan, uang fotokopi, uang apapun itu. Padahal aku tidak bisa memberikan yang sebanding dengan apa yang mereka berikan. Remidi, mungkin kata itulah yang sering kuucapkan kepada orang tuaku. Aku kadang iri, bagaimana ya perasaan orang tuanya anak-anak OSN, anak-anak jenius, anak-anak yang mempunyai bakat tertentu. Pastinya senang banget ya. Dan sayangnya itu bukanlah aku.
Betapa kita sadar seberapa bahagianya orang tua kita ketika kita lahir, bersusah payah ibu sampai ada yang mengorbankan nyawanya demi mengeluarkan kita untuk bisa membuat kita melihat terangnya dunia, untuk bisa membuat kita menghirup udara bebas, menggendong kita, menyusui kita, mengajak kita bicara walaupun entah kita mengerti atau tidak, merangkak, berjalan, bernyanyi, menari denganpenuh ketulusan dan kasih sayang, menamai kita dengan nama yang terbaik agar kita bisa menjadi manusia yang baik kelak, menemani kita saat kita sedih, terjatuh.
Aku memang bukan seorang serba bisa, bukan seorang OSN, bukan anak aksel, bukan seorang pemain bola, bukan seorang teladan untuk orang lain, bukan seorang dokter, bukan seorang guru, bukan seorang yang ganteng dan dipuja oleh semua wanita, bukan seorang yang menjadi idola publik, bukan seorang yang bijak, bukan seorang yang selalu bisa membuat orang lain senang, bukan seorang yang dihormati oleh orang lain, bukan seorang yang bisa selalu benar, bukan seorang yang bisa bermain gitar dengan sangat ahli, bukan seorang pianis, bukan seorang selalu lancar berbahasa asing, bukan seorang yang sangat mudah untuk mencintai dan dicintai, bukan seorang yang selalu bisa diandalkan, sungguh sangat banyak kelemahan dan kekuranganku yang tak bisa kusebutkan lagi disini, terlalu sulit untuk digambarkan kata-kata. Namun, aku hanya ingin menjadi yang terbaik, bukan terbaik dari anak-anak lain, tapi terbaik untuk orang tuaku. Ingin mencapai hasil yang terbaik bukan dari semuanya tapi dari seberapa usaha yang telah kulakukan. Ingin memiliki wajah yang ganteng yang tidak tercermin dari seberapa banyak melakukan perawatan, tapi yang tercermin dari sikap, akhlak dan perbuatannya yang mulia seperti wajah yang bersinar kelak di akhirat. Ingin menjadi seorang sahabat yang tidak hanya membuatnya senang tetapi juga membuat sahabat kita lebih bermakna serta tidak mengkhianatinya disaat senang maupun sedih. Ingin mencintai dan dicintai bukan karena hanya adanya takdir perasaan sebuah cinta apalagi hanya memandang dari segi materi tanpa memandang bagaimana perasaan orang lain tapi juga harus dilandasi dengan perasaan cinta yang benar-benar tulus dan bisa menerima aku apa adanya dengan segala kelemahan dan kekuranganku. Jadi terbaik sebagai anak yang sholeh dan berbakti kepada orang tua, sebagai seorang sahabat untuk bisa lebih membuat teman kita lebih bermakna dan nyaman berada dengan kita. Membuat hidup yang singkat ini tidak sia-sia dan lebih indah. Yang bisa berguna dan bermanfaat untuk orang tua, orang lain, agama, nusa, dan bangsa serta dapat dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
No comments:
Post a Comment